Dari Buraidah, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya dahulu saya melarang kamu ziarah ke kubur. Kemudian Muhammad telah mendapat izin berziarah ke kubur ibunya. Maka berziarahlah kamu, karena sesungguhnya ziarah itu mengingatkan kepada hari akhirat." (riwayat Muslim, Abu Daud, dan Tirmizi).
Proses hukum dan motivasi ziarah ke kubur.
Pada permulaan pengembangan Islam, Rasulullah melarang ummatnya untuk melakukan ziarah ke kubur. Adapun motivasi larangan itu adalah karena di jaman jahiliyah, kuburan itu menjadi salah satu sumber dan sasaran pembaktian kaum penyembah berhala. Bahkan jauh sebelum itu, di jaman Nabi Nuh a.s., sebagian kaumnya memandang kuburan itu sebagai satu tempat yang suci (kudus). Dengan larangan menziarahi kubur itu pada permulaannya, maka dapatlah dibendung kekhawatiran timbulnya kembali paham syirik, sedangkan iman dan tauhid yang ditanamkan oleh Rasulullah kepada pengikut-pengikutnya baru saja pada taraf permulaan, belum berurat berakar dalam jiwa mereka.
Setelah pembinaan ajaran iman dan tauhid itu semakin kuat, Rasulullah menerima wahyu yang mengizinkan untuk menziarahi kubur ibunya, sehingga beliau menunjukkan dengan perbuatannya sendiri kebolehan ziarah ke kubur itu.
Mengenai kasus Rasulullah menziarahi kubur ibunya, disebutkan dalam satu hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, yang artinya sebagai berikut:
"Nabi Muhammad s.a.w. menziarahi kubur ibunya. Beliau menangis, dan menangis pula orang-orang di sekelilingnya. Kemudian, Nabi berkata: Saya meminta izin kepada Tuhanku (Allah) supaya diperkenankan memohonkan doa ampunan untuk ibuku. Permohonanku itu tidak diizinkan. Kemudian aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, dan diizinkan. Berziarahlah kamu, agar kamu teringat kepada kematian." (riwayat Ahmad dan Muslim).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ziarah kubur itu dianjurkan, sebab hikmahnya akan mengingatkan dan menyadarkan umat manusia tentang kehidupan hari akhirat yang akan datang dan keharusan melakukan persiapan-persiapan untuk menghadapi saat-saat kepastian yang mesti ditemukan oleh setiap orang yaitu kematian atau ajalnya suatu saat nanti.
Dari proses perkembangan tentang soal ziarah kubur itu, yang pada mulanya dilarang, kemudian diizinkan, dapatlah ditarik satu kesimpulan bahwa hukum Islam senantiasa memperhatikan kondisi ummat dan situasi suatu zaman.
Dalam satu hadist lain yang diriwayatkan oleh Hakim dari Abi Zar, Rasulullah menyatakan:
"Ziarahilah kubur, Anda dengan itu akan teringat ke akhirat. Mandikanlah orang yang mati, karena sesungguhnya hal itu menjadi obat mujarab yang mengandung pengajaran yang mantap. Sembahyangkanlah jenazah, mudah-mudahan hal itu akan menggugah hati Anda, sebab orang yang berdukacita berada di bawah naungan Ilahi dalam menghadapi tiap-tiap kebaikan." (Riwayat Hakim).
Dari berbagai hadist yang menganjurkan dan mendorong melakukan ziarah kubur itu, maka para ulama berpendapat bahwa hukum ziarah kubur itu ialah sunah (sunat). Adapun hikmathnya mengandung dua macam nilai.
Pertama, mengingatkan manusia pada kematian, bahwa pada saat yang tentu menurut ajal yang ditetapkan Tuhan, tiap-tiap orang akan kembali ke hadirat-Nya.
Kedua, untuk memohonkan doa ampunan (istighfar) kepada Allah SWT supaya dosa orang yang diziarahi kuburnya itu, diampunkan oleh Allah. Jadi ziarah kubur itu tidaklah boleh didasarkan untuk meminta restu, karena ada sesuatu hajat, meminta berkat dan lain-lain sebagainya. Kemudian ditaburkan bunga, dibakar kemenyan dan perbuatan-perbuatan lainnya yang tidak disyariatkan, bahkan merupakan bid'ah yang sesat dan menyesatkan. Tetapi haruslah didasarkan kepada dua motivasi yang diterangkan di atas.
Adalah satu kenyataan, bahwa manusia pada umumnya selalu lupa dan lalai terhadap datangnya kematian.
Dengan ziarah ke kubur itu, maka perbuatan itu dengan sendirinya mengingatkan manusia kepada kematian itu.
Sasaran hikmat yang kedua tentang ziarah kubur itu ialah memberikan pertolongan yang dapat dilakukan oleh orang (keluarga yang masih hidup terhadap orang yang sudah meninggal dunia, yang memohonkan doa ampunan pada Allah SWT terhadap dosa-dosa mereka. Pertalian kekeluargaan dan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) pada umumnya tidaklah hanya terbatas dalam kehidupan di dunia ini, tapi juga sampai-sampai dalam kehidupan sesudah mati dan di akhirat kelak.
Rasulullah menziarahi kubur para sahabat.
Rasulullah acapkali menziarahi kuburan para sahabat. Diceritakan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi sering-sering ziarah ke pekuburan di Madinah, dan setiap kali ziarah, beliau mengucapkan yang artinya:
"Keselamatan untuk kamu, hai penghuni-penghuni kubur. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa-dosa kami dan dosa-dosa kamu. Kamu adalah orang-orang yang telah mendahului kami dan kami akan mengikuti jejakmu." (Riwayat Tirmizi).
Dalam suatu hadist yang lain, yang diriwayatkan dari Buraidah, diterangkan ucapan dan doa yang sering dibacakan oleh Rasulullah tatkala ziarah kubur, yang artinya sebagai berikut:
"Keselamatan untuk kamu, hai ahli kubur orang-orang Mukmin dan Muslim. Dengan kehendak Tuhan, kamipun akan menemui kamu. Kamu telah mendahului kami, dan kami akan menyusul. Kami mohonkan kepada Allah keselamatan untuk kami dan kamu." (Riwayat Ahmad dan Muslim).
Menurut keterangan Siti Aisyah, apabila giliran Rasulullah bermalam di rumahnya, maka biasanya di tengah malam beliau pergi menziarahi pemakaman Baqi'. Adapun Baqi' itu adalah satu pemakaman yang letaknya masih dalam kota Madinah, tidak berapa jauh dari Masjid Nabi, dimana dikuburkan sebagian besar para sahabat.
Ziarah kubur itu tidak tentu waktunya, dapat dilakukan pada saat-saat luang atau berbagai kesempatan. Tidak ada keistimewaan pada hari-hari tertentu, seperti menjelang tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal dan lain-lainnya, yang di Indonesia dijadikan orang sebagai satu tradisi, padahal tidak disyariatkan mesti pada hari-hari tersebut.
Biasanya pada hari-hari tersebut, kuburan tak ubahnya seperti "pasar", ramai dikunjungi oleh orang-orang yang berziarah, walaupun...mungkin sebagian besar daripadanya hanya ziarah sekali setahun. Ziarah hanya sekali setahun tidak banyak dapat menghunjamkan ke dalam hati nurani tentang kesadaran mengingat kematian.
Pada tahun-tahun pertama sesudah Siti Khadijah wafat, Rasulullah hampir satu kali seminggu ziarah ke kuburan sang istri yang beliau cintai itu. Diterangkan oleh Nafi', bahwa dia sendiri lebih dari 100 kali melihat Ibnu Umar ziarah ke kubur Nabi, Abu Bakar dan ayahnya sendiri (Umar bin Khattab).
Apakah kaum wanita boleh ziarah ke kubur?
Para ulama dan Fuqaha' mempunyai dua pendapat. Pertama, yang berpendapat kaum wanita tidak boleh ziarah ke kubur, dan yang kedua, mengatakan boleh.
Yang pertama mendasarkan pendapat mereka kepada satu hadist yang melarang kaum wanita turut mengiringkan jenazah ke pekuburan, dengan berbagai pertimbangan/alasan seperti bahwa umumnya kaum wanita adalah mudah terhanyut emosi dan perasaan iba, sedih, sehingga dikhawatirkan jiwa mereka tidak kuat melihat kuburan yang terhampar dan perasaan duka cita yang mendalam bisa timbul kembali dan menimbulkan histeria yang berlebihan.
Sementara ratapan atau tangisan dan jeritan yang berlebihan justru akan menyengsarakan arwah almarhum yang berada di alam kubur.
Sementara para ulama yang memperbolehkan kaum wanita untuk berziarah didasarkan atas pengertian kepada hadist Nabi yang menganjurkan untuk berziarah, bahwa ziarah itu bersifat umum, boleh dilakukan oleh kaum laki-laki maupun perempuan, sementara memang banyak hadist-hadist lainnya yang menguatkan pendapat bahwa kaum wanita boleh berziarah ke pekuburan. Beberapa di antara hadist tersebut menyatakan:
"Dari Aisyah, dia berkata:
Apakah yang harus aku ucapkan jika aku ziarah, ya Rasulullah? Nabi berkata: Katakanlah: Keselamatan untuk kamu hai ahli kubur orang-orang yang Mukmin." (Riwayat Muslim).
Nabi memberikan jawaban yang demikian adalah satu pertanda bahwa kaum wanita dibolehkan ziarah kubur. Kalau tidak, tentu Nabi akan melarang Siti Aisyah.
Diriwayatkan lagi dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa pada suatu hari dia bertemu dengan Siti Aisyah, tatkala Ummul Mukminin itu kembali dari pekuburan. Mulaikah menanyakan:
"Dari manakah Anda datang?"
"Dari kubur saudara saya, Abdur Rahman."
"Apakah Rasulullah tidak melarang wanita ziarah ke kuburan?" tanya Mulaikah.
Akhirnya, dijawab oleh Aisyah:
"Memang betul. Rasulullah (mula-mula) melarang ziarah ke kubur, tapi kemudian disuruhnya melakukan ziarah itu." (Riwayat Hakim dan Baihaqi).
Berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa pendapat yang memperbolehkan kaum wanita melakukan ziarah kubur, tidak berbeda seperti laki-laki adalah lebih kuat dan dapat dijadikan pegangan dalam beramal. Sebagai penutup, kita kutip satu hadist yang mengatakan:
"Aku tinggalkan kepada kamu dua pengajar. Yang pertama yang bisu; yang kedua yang berbicara. Adapun yang bisu ialah Al-Maut, dan yang berbicara ialah Al-Quran."
0 komentar:
Posting Komentar